Nostalgia Bersama Dia

Toto Tasmara, FB Status 2 Maret 2012

Nostalgia Bersama Dia

Rindukupedihku, lagilagilagukudigulagila

Aku tak ingin menghujat apa lagi mengutuk, karena itu bukan hak dan kepribadianku. Maka biarlah derita ini kubawa berlari sendiri. Dengan hati compang camping, aku tembus cakrawala, semoga saja Tuhan masih membagi sisa kasihnya.
nostalgia-bersama-dia
Nostalgia Bersama Dia
Kini aku harus tegar, berpijak dibumi, menengadahkan kepalaku memandang langit. Karena keluh kesah dan khayalan hanya akan menyiksa diriku, sedang engkau akan sedikitpun tidak pernah lagi ingat padaku, lagi pula mana engkau mau peduli, sedang setiap detik hidupmu tersita penuh dengan si dia

Aku ternista karena cinta, mungkin inilah kata yang paling pantas. Dan aku sibuk sendiri, bergelut sendiri dengan segala impianku, padahal engkau sedikitpun tak pernah mau peduli, apalagi mengharap sekedar kau mengingatku, sedang dalam benakmu, nama dan kehadiranku ternyata hanyalah selingan belaka bagimu.

Kini aku berada di tengah kebun teh yang hijau royo-royo, hujan rintik dan awan mendung menggayut dibatas bukit. Persis, ketika kita bersama dahulu. (hanya saja, kini aku hanya sendirian, dan batinku terhimpit, air mataku bertetesan sederas air hujan yang semakin deras. Jiwaku beku, sedingin udara pegunungan).

Malam tadi selepas shalat isya di pesantren tua, aku meraung ditengah hutan pinus, malam pekat sekali, dan aku tak mau peduli.

Aku datangi stasiun tua, tepat jam tujuh malam, sebagaimana ketika dahulu pernah jumpa, hanya saja di bangku itu tidak ada siapapun, kecuali bayanganmu, matamu bola berbinar, dan rasanya saat itu kita ingin berpelukan (malam itu aku duduk di atas bangku, tempat engkau menunggu, jiwaku tersayat lagi).

Lantas, jam tiga sore esok harinya pun aku pergi, entah desa apa, kupandang rumah yang pernah kita idamkan, rumah itu rasanya begitu indah, tapi… tapi ah..!!!

Maka simpanlah kenangan ini, dan hanya kita bertiga yang tahu, aku, engkau, dan Allah. Hancurkan segala kenangan itu, karena kini engkau bukan milik siapapun. Hanya asal engkau tahu, aku sudah kehabisan perbendaharaan kata untuk melukiskan betapa indahnya cinta kita berdua.

Kalau surat ini telah engkau baca, maka bakar dan hancurkanlah agar menjadi debu, janganlah engkau pikirkan aku, walau aku tahu, toh kini engkau tak pernah memikirkan.

Aku, ataupun mungkin dahulupun, hanya sekedar selingan untuk menunggu waktu belaka, wallahu a’lam. Tapi nuraniku tetap mencoba meyakinkan bahwa engkau memang pernah.. yah pernah cinta kepadaku.

Bakar dan hancurkanlah suratku ini, karena setelah ini kita tak pernah berjumpa lagi.

Sebaiknya, ucapkanlah untukku sekarang juga sebuah kata dari makna kematianku, inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun, dan memang aku telah mematikan diriku sebelum hari kematian yang sebenarnya menjemputku.

Adakah engkau membaca desahku ini?

Nostalgia Bersama Dia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel