Tantangan Dakwah - 3

Toto Tasmara, FB Status 11 April 2015

Tantangan Dakwah – 3

Harus disadari bahwa runtuhnya agama karena akhlaq para pengikutnya. Rusaknya citra agama karena para pemeluknya berakhlaq buruk. Cahaya kemuliaan Islam tertutup oleh kelakuan akhlaq orang Islam sendiri, Al Islam mahjubun bil muslimin.
tantangan-dakwah-3
Tantangan Dakwah - 3
Saat ini, nurani kita menjerit dan merintih karena hampir pada umumnya di pelosok kehidupan masyarakat muslim belum ditemukan mutiara akhlaq yang berbinar menerangi peradaban kehidupan sebagaimana para pelopor awal, assabiiqunal awwalun.

Umat Islam tenggelam dalam kecanduan ritual yang berpusatkan pada mazhab- mazhab fiqih yang seringkali diakhiri dengan perbedaan tafsir dan pendapat. Orientasi yang berpusatkan pada fiqih seringkali membuat kita menjadi orang-orang asing di tengah sesama saudaranya sendiri. Sementara akhlaq yang bersifat universal dikesampingkan.

Padahal, hanya dengan akhlaq yang mulia sajalah setiap hati muslim dapat berpaut satu sama lain. Bukankah Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Bukankah pada diri Baginda Rasul terdapat ketauladanan akhlaq? Sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang agung.” [QS. Al Qalam (68) : 4].

Salah satu misi suci (sacred mission) Rasulullah – innama bu’istu li utaamima makarimal akhlaq – sesungguhnya aku diutus untuk kesempurnaan akhlaq!

Betapa Rasulullah telah memberikan keteladanan akhlaqul karimah, disamping tentu saja hal-hal yang bersifat ritual. Bahkan seorang ahli ibadah tidak ada nilainya di hadapan Ilahi, ketika akhlaqnya buruk, sebagaimana diriwayatkan tentang orang yang memuji-muji seorang yang ahli ibadah dan berkata: “Tentulah si fulanah itu ahli surga, karena dia puasa di siang hari dan shalat di malam hari (inna fulanah tashumun nahar wa taqumul laila“, kemudian Rasulullah menjawab: “Tidak! dia ahli neraka! dia suka mengganggu tetangga dengan ucapannya – Hiya fin naar tu’dzi jiranaha bilisaaniha. Seluruh ibadahnya hancur, karena dia punya akhlaq yang buruk, suka merusak orang dengan lidahnya”. Si Fulanah yang ahli ibadah tersebut, menjadi penghuni neraka karena ibadahnya tidak menjadi motivasi untuk berakhlaq yang baik.

Ternyata ketekunan ritual tidak serta merta membuat seorang masuk surga, bahkan nilai ibadah ritualnya hancur bagaikan api yang membakar kayu bakar, tidak punya arti, nihil, nothing, bila akhlaq ahli ibadah itu buruk. Apalah artinya nilai ritual bila tidak mengaktualisasikan nilai akhlaqnya dalam pergaulan masyarakat. Apalah artinya kesalehan yang ditampakkan dalam bentuk ibadah ritual (kesalehan personal) bila tidak menjadi motivasi aktual untuk menunjukkan cahaya akhlaqnya di tengah-tengah pergaulan masyarakat (kesalehan sosial).

Kita beragama seakan hanya berakhir pada nilai ritual. Kita merasa telah membebaskan dosa-dosa orang yang meninggal dengan membayar para pembaca kitab untuk tadarus membaca Surat Yasin selama 40 hari di kuburannya. Datanglah ke pemakaman (saya menyaksikannya di pemakaman Jeruk Purut dan Tanah Kusir), disana Anda akan berjumpa dengan orang-orang yang menawarkan jasa untuk berdoa dan membaca ayat-ayat Quran. Sungguh, nilai ibadah kita hancur karena kita tak mampu membuktikannya dalam bentuk rahmatan lil alamin. Nilai ibadah kita nihil karena tidak menjadi motivasi untuk menampilkan sosok seorang manusia yang profesional, jujur, kuat, dan bertanggung jawab (PJKB).

Saat ini, umat Islam disibukkan dengan berbagai pertikaian hanya karena soal-soal perbedaan faham dalam tata cara ritual (habluminallah). Mereka memperdebatkan soal-soal yang berkaitan dengan fiqih, apakah dalam shalat bacaan basmalah harus dikeraskan (jahar) atau dipelankan (syirr), apakah shalat subuh harus berqunut atau tidak, apakah adzan Jum’at itu harus dua kali atau satu kali, apakah jari telunjuk waktu duduk tasyahud harus digerakkan atau digerak-gerakan, apakah mengecat rambut itu wajib atau tidak, apakah orang yang mencukur jenggot itu berdosa atau tidak, apakah orang yang celananya tidak diatas mata kaki bukan pengikut Rasul, dan segudang perbedaan faham dalam soal fiqih ritual membuat kita bagaikan terpisah oleh garis-garis mazhab. Masing-masing kita menjadi musuh tersembunyi karena perbedaan tafsir fiqih. Seakan-akan kita telah mempertuhankan mazhab dan tidak memuliakan akhlaq. Ukuran kesalehan bahkan keimanan kita di ukur mutlak dari nilai fiqih ritual.

Padahal begitu sangat nyatanya pelajaran yang dicontohkan Rasulullah, bahwa seorang ahli ibadah itu akhirnya menjadi penghuni neraka karena ibadahnya tidak melahirkan atau mempercontohkan ketauladan akhlaq. Dan Quran mengancam orang yang shalat masuk neraka weil karena mentelantarkan misi kemanusiaan.

Beberapa hadist tentang akhlaq seringkali tenggelam oleh hingar bingar masalah fiqih. Abu Hurairah meriwayatkan bahwasanya Rasulullah telah bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mukmin yang paling baik akhlaqnya. Beliau ditanya, perkara apakah yang paling banyak memasukkan manusia ke surga, wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang paling baik (taqwallah wa khusnul khuluqi)“.

Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda: “Akhlaq yang buruk itu merusak amal kebajikan seperti cuka merusak madu, seperti api yang membakar kayu bakar." (HR. Ibnu Majah).

Sebaliknya, Rasulullah memuji seorang yang memiliki keluhuran budi pekerti, sebagaimana diriwayatkan oleh Tabrani dari Anas radhiyallahu anhu, yang menyampaikan bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba akan mencapai kedudukan dan derajat yang paling tinggi di akhirat karena akhlaqnya yang baik, walau ia lemah dalam ibadah“. (HR.Tabrani, Al Targhib 3 : 404)

Karena keluhuran akhlaq Rasululullah, beliau membebaskan seorang wanita, putri Hatim Ath-Tha’i, yang menjadi tawanan. Hal itu beliau lakukan sebagai balasan kepada ayahnya yang baik budi pekertinya. Ketika wanita itu datang kepada Nabi, ia berkata: “Wahai Muhammad, janganlah sebagian orang Arab bergembira karena aku tertawan. Aku adalah putri pemimpin kaumku. Dia adalah pembela rakyatnya, suka membebaskan tawanan, suka memberi makanan, kepada orang-orang lapar, dan tidak pernah menolak orang yang membutuhkan pertolongan. Aku adalah putri Hatim Ath-Tha’i”. Rasulullah kemudian menjawab: “Apa yang kamu sampaikan itu adalah sifat-sifat orang mukmin sesungguhnya. Sekiranya ayahmu seorang muslim, aku akan memohonkan rahmat baginya. Bebaskanlah dia! Karena ayahnya sangat menyukai akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyukai akhlaq yang baik". Berdirilah Abu Burdah bin Nayyar, seraya berkata: “Wahai Rasulullah apakah Allah menyukai akhlaq yang baik?“. Rasul menjawab: “Demi Dzat yang menguasai diriku, tidak ada seorang pun yang masuk surga, kecuali orang yang baik akhlaqnya”.

Kegiatan ibadah ritual (habluminallah) seperti yang diuraikan di atas sungguh sangat penting tetapi harus diteruskan aplikasinya dengan kegiatan mu’amalah aktual (habluminannas).

Sekali lagi, inilah tugas para mubaligh dan juru dakwah pada umumnya, betapa tantangan dakwah hari ini jauh lebih berat dan lebih rumit. Kita memiliki materi atau isi pesan yang sangat sempurna Al Qur’an dan Sunnah (content), tetapi kurang pandai dalam mengemasnya (packaging) dan tidak pandai dalam caranya menyampaikan (delivery). Setiap jaman mempunyai warna dan tantangannya sendiri, maka para mujahid dakwah harus mampu mensikapinya dengan rasa getir dan waspada, weruh saduruning winarah!, mempunyai visi hari esok.

Toto Tasmara

Tantangan Dakwah – 3.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel