Lokalisasi Pelacuran

Toto Tasmara, FB Status 23 April 2015

Lokalisasi Pelacuran

Gara-gara seorang pelacur mati dibunuh pelanggannya di kamar indekos di daerah Tebet, lantas peristiwa ini memancing atau membuka peluang wacana menghidupkan kembali atau setidaknya melakukan test the water siapa yang pro dan kontra dengan lokalisasi pelacuran di wilayah DKI Jakarta.
lokalisasi-pelacuran
Lokalisasi Pelacuran
Gubernur sebelumnya (setelah Ali Sadikin) telah berhasil menghapus lokalisasi tersebut (Kramat Tunggak, Kali Jodoh, dan lain-lain). Alasan lokalisasi biasanya sangat klasik, yaitu melindungi masyarakat dan menambah income untuk daerah DKI Jakarta sebagaimana pabrik minuman keras.

Yang menarik, melalui tayangan TV nantinya tentu saja akan diwawancara masyarakat apakah setuju atau tidak dengan rencana tersebut. Dan biasanya, pihak televisi akan memanipulasi data bahwa masyarakat yang setuju lokalisasi prosentasenya lebih banyak daripada yang tidak setuju. Atau dibuat pula survey abal-abal yang tentu saja hasilnya menunjukkan prosentase yang pro lebih banyak. Ya namanya saja survey, bisa dibeli, seperti yang pernah kita ketahui dari survey pemilu selama ini. Itu semua tentu saja untuk membuat atau membangun stigma kepada masyarakat (public opinion) bahwa lokalisasi pelacuran itu ide yang bagus dan bla bla bla.

Selanjutnya bisa ditebak, bila sudah ada lokalisasi pelacuran akan disusul dengan lokalisasi perjudian, Hah?

Semboyan para gubernur sebelumnya, menjadikan kota Jakarta yang damai, toleran, religious, dan lain-lain, kini dibongkar habis! Demi pembangunan, segala sesuatunya menjadi halal. Dengan gigih dia membela pabrik minuman keras. Dan tentu saja bila wacana lokalisasi ini digulirkan para penggagas dan pendukungnya akan sering tampil di media membela rencananya tersebut memenuhi agenda setting yang sudah disiapkan.

Dengan hati merintih, setiap saat kita saksikan ketidak berpihakannya pada nilai-nilai budaya dan moralitas bangsa Indonesia dan kaum beragama.

Dan para kaum hedonis sekularis yang umumnya menjadi pendukung fanatik, telah buta mata-hatinya untuk sejenak merenung apa dampak setiap keputusan yang hanya bersifat materialistik tanpa mempertimbangkan nilai moral dan akhlak. Apakah kita rela menikmati kemajuan fisik dengan mengorbankan nilai-nilai moral spiritual? Bukankah kita telah sepakat bahwa negara ini didirikan diatas azas yang luhur, Pancasila.

Ataukah karena hubungan RI dan China sudah semakin akrab (orang China bebas visa, sehingga banyak imigran gelap yang saat ini tidak termonitor, lihat saja pasokan jaringan narkoba yang diotaki mafia internasional yang berpusat di Hong Kong dan Guangzhou).

Oh, tentu saja alasannya bebas visa itu untuk meningkatkan jumlah turis yang berkunjung. Lha kalau turis-turis itu membawa ideologi yang bertentangan dengan Pancasila? Ah jangan bicara Pancasila terus dong? Pancasila itu kan sudah mati, nyatanya kita semua dengan suka cita berseberangan dengan Pancasila. Berpikirlah realistis dan membumi sedikit bung, bukankah pancasila sudah tidak lagi menjadi pelajaran pokok di sekolah?

Astaghfirullah, sebagai Pancasialis dan Tauhidis, kami tidak akan pernah berkata “Selamat datang neo communism, selamat datang liberalism”. No and never!

Dengarkan dengan hatimu yang arogan itu, bahwa kami tidak rela Pancasila di bumi pertiwi dikhianati lagi. Tidak!
Walau taruhannya nyawa sekalipun.
Isy kariman au mut syahidan!

Toto Tasmara

Lokalisasi Pelacuran.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel